Sabtu, 05 Maret 2011

"High Heels" di Masa Muda, Sakit Kaki di Hari Tua


Di masa muda, sepatu high heels mungkin akan membuat kaki terlihat lebih jenjang, seksi, dan menimbulkan percaya diri. Tetapi, diam-diam, mengenakan sepatu hak tinggi di masa muda ternyata bisa mengakibatkan masalah di hari tua.

Sebuah studi menunjukkan bahwa, mereka yang salah mengenakan sepatu hak tinggi di waktu muda, dalam arti, yang tidak memiliki sokongan tepat di telapak kaki bisa merasakan sakit atau masalah pada kaki di hari tuanya. Hal ini lebih banyak dialami oleh wanita ketimbang pria, lebih karena pilihan sepatu yang diambil oleh pria di masa muda lebih baik untuk kesehatan kaki.

Masalah pada telapak kaki dan ujung jari adalah 20 alasan terutama bagi orang dewasa usia antara 65-74 tahun mengunjungi dokter, namun para peneliti mengatakan, masih sedikit diketahui alasan mengapa hal ini terjadi.

Studi yang dipublikasikan dalam Arthritis Care & Research mengungkap, para peneliti mencari tahu efek pemilihan alas kaki 3.378 orang dewasa. Para peneliti ditanyakan apakah mereka pernah merasakan sakit, ngilu, atau kekakuan di satu atau kedua kaki. Mereka juga diminta memberikan informasi tipe sepatu yang mereka gunakan di usia-usia tertentu. Mereka diminta menilai tipe sepatu dari beberapa tipe, yakni, Bagus (sepatu risiko rendah, untuk olahraga), Rata-rata (sepatu berisiko rendah, seperti sepatu boots kerja, sepatu spesial), dan Buruk (alas kaki yang tak punya struktur atau sokongan, seperti high heels atau sandal).

Hasilnya menunjukkan, 19 persen pria dan 29 wanita seringkali menggeneralisir sakit pada kaki. Wanita yang sering mengenakan sepatu bagus di masa muda 67 persen tidak melaporkan sakit pada kaki ketimbang mereka yang mengenakan sepatu rata-rata.

Meski dibutuhkan riset lebih mendalam, wanita muda sebaiknya lebih bijaksana memilih sepatu untuk menghindari sakit kaki di masa depan, atau setidaknya persering peregangan kaki untuk mengurangi efek sakit akibat high heels, jelas salah seorang peneliti, Alyssa B. Dufour, dari Boston University School of Public Health.|kompas.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar