Selasa, 04 Januari 2011

Enam Bersaudara di Jepara Tewas Keracunan Tiwul


Enam orang bersaudara dari Desa Jebol, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, meninggal dunia diduga akibat keracunan makanan tiwul yang terbuat dari bahan ketela pohon.

Orang tua korban, Jamhamid (45), di Jepara,membenarkan, keenam korban meninggal yang diduga akibat mengonsumsi tiwul. Makanan ini hanya menyisakan satu anak dari tujuh orang bersaudara.

"Awalnya, yang meninggal dua orang, yakni Lutfiana (22) dan Abdul Amin (3) di Rumah Sakit Umum Daerah Kartini Jepara, masing-masing meninggal pada Sabtu (1/1/2011) pagi dan Sabtu malam," ujarnya.

Korban Lutfiana yang merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara dimakamkan Sabtu siang, sedangkan jenazah Abdul Amin dimakamkan Minggu (2/1/2011).

Pemakaman pada hari yang sama juga dilakukan untuk korban Ahmad Kusrianto (5) anak nomor enam dan Ahmad Hisyam Ali (13) anak nomor empat.

Sedangkan anak nomor lima dan tiga, yakni Saidatul Kusniah (8) dan Faridatul Solihah (15) yang meninggal Senin (3/1/2011) dini hari dimakamkan pada hari ini (3/1) sekitar pukul 11.00 WIB.

Ia mengakui, keluarganya mulai mengonsumsi tiwul sebagai makanan alternatif sejak dua pekan terakhir, mengingat penghasilannya sebagai penjahit di Semarang kurang mencukupi kebutuhan keluarga.

"Setiap pekan, penghasilan saya hanya berkisar antara Rp.150 ribu hingga Rp. 200 ribu," ujarnya.

Penghasilan selama sepekan tersebut, kata dia, hanya bertahan selama tiga hingga empat hari saja.

"Terkadang, kami hanya bisa membeli beras 10 kilogram dari biasanya bisa membeli hingga 16 kg untuk memenuhi kebutuhan delapan anggota keluarga," ujarnya.

Untuk itu, kata dia, sejak dua pekan terakhir terpaksa harus mengonsumsi makanan alternatif, berupa tiwul yang biasa disediakan oleh istrinya Siti Sunayah (41).

Kini, keluarga pasangan Jamhamid dan Siti Sunayah tinggal satu orang yang hidup bersama suaminya.

Sementara itu, Siti Sunayah mengungkapkan, keluarganya mulai mengonsumsi tiwul sejak dua pekan terakhir, karena kondisi keuangan keluarga yang kurang mencukupi.

"Makanan ini hanya bersifat sebagai selingan dari menu makanan utama," ujarnya.

Makanan tersebut, kata dia, terbuat dari sari ketela pohon, dicampur dengan bahan lain, seperti pemanis buatan, gula aren, dan kelapa parut.

Awalnya, kata dia, anaknya yang bernama Lutfiana mengeluh pusing, kemudian minta dikerok. "Setelah itu, mengalami muntah berulang kali," ujarnya.

Ia mengaku, tidak mengetahui anaknya itu mengalami keracunan. "Hal ini, juga diperkuat dengan pernyataan mantri setempat yang menganggap gejala tersebut hanya penyakit biasa," ujarnya.

Hanya saja, kata dia, selang beberapa jam kemudian, anaknya harus dilarikan ke rumah sakit terdekat.

"Saya memang sempat mengonsumsi sedikit, sedangkan suami tidak ikut mengonsumsi karena berada di Semarang," ujarnya.

Kapolres Jepara AKBP Ruslan Ependi melalui Kasat Reskrim AKP Rismanto mengungkapkan, kasus dugaan keracunan makanan yang mengakibatkan korban jiwa tersebut masih dalam proses penyelidikan polisi.

"Saat ini, kami masih menunggu hasil pemeriksaan sampel sisa makanan, ketela pohon yang masih tersisa, dan muntahan korban di laboratorium Polda Jateng," ujarnya.

Ahli gizi dari IPB Dr. Ir. Nuri Andarwulan menyebutkan bahwa memang beberapa bahan makanan baik yang nabati maupun yang hewani kadang mengandung racun secara alami.

Seperti pada singkong, terutama varietas Sao Pedro Petro, baik pada umbi maupun daun mengandung glikosida cayanogenik. Zat ini dapat menghasilkan asam sianida (HCN) atau senyawa asam biru yang bersifat sangat toksik (beracun).

Umbi dan daun singkong yang mengandung racun biasanya ditandai dengan berasa pahit dan baunya langu. Perebusan dan perendaman dalam air mengalir dapat mengurangi kandungan racun yang terkandung karena, sifat dari asam sianida larut di dalam air
(TRIBUNNEWS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar