Selasa, 28 Desember 2010

Timnas Dihantui Kutukan Runner-up


Timnas Indonesia pada Piala AFF belum pernah menggenggam trofi juara. Prestasi tertinggi hanya runner-up pada turnamen edisi 2000, 2002, serta 2004. Prestasi terburuk timnas adalah pada Piala AFF 2007.

Skuad Merah Putih pada edisi ini untuk pertama kali gagal ke semifinal, setelah hanya berada di posisi 3 Grup B. Dari tujuh turnamen yang terlaksana, tiga kali hanya jadi peraih runner-up, dua dari tiga pelatih timnas adalah orang asing. Pada edisi 2002, Ivan Venkov Kolev menjadi arsitek timnas yang ketika itu kalah di final dari Thailand.

Turnamen edisi ini anak asuh Kolev kalah adu penalti 2-4 setelah sebelumnya imbang 2-2. Lalu, Peter Withe membawa timnas melaju ke final turnamen edisi 2004. Namun, dua leg final Indonesia selalu tumbang dari Singapura, baik di kandang maupun tandang.

Untuk final edisi 2000, Nandar Iskandar adalah pelatih yang pertama kali membawa timnas melaju ke final turnamen dua tahunan ini. Perolehan runner-up timnas pada Piala AFF ini paling banyak di antara kontestan turnamen ini lain.

Jadi, layak kalau timnas pada turnamen yang dimulai sejak 1996 ini sebagai timnas spesialis posisi kedua. Untuk negara yang menjadi kolektor juara adalah Singapura dan Thailand, masing-masing tiga kali mengangkat trofi lambang supremasi sepak bola Asia Tenggara ini. Lalu, Vietnam dua tahun lalu menjadi juara baru, sedangkan tahun ini dipastikan ada juara baru lagi. Salah satu punggawa timnas pada Piala AFF 2004, Ilham Jayakesuma, mengatakan bahwa Peter Withe memiliki peran penting pencapaian skuad Merah Putih, enam tahun lalu.

Saya rasa kami ketika itu punya Peter Withe, pelatih yang mampu memompa semangat para pemainnya. Tapi, kami gagal di final karena berbagai sebab. Semoga perjuangan timnas pada tahun ini berhasil,” kata Ilham kepada HATTRICK, dua hari lalu. Sementara rekan Ilham, kiper Hendro Kartiko menyatakan, pada 2004 kegagalan timnas karena kondisi pemain. Sebab, jeda dari semifinal menuju laga final diisi pemain dengan tampil di klub. Sebab, kompetisi di Indonesia saat itu tetap berputar. (estu santoso/sindo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar